Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pertilisasi Ikan Mas

I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Baru-baru ini telah dilaporkan bahwa stok ikan bahari dunia telah menurun dengan cepat (Sargent dan Tacon, 1999). Penurunan stok ikan bahari ini diperkirakan sebagai tanggapan dari kegagalan pengelolaan perikanan bahari dalam beberapa dekade terakhir di hampir seluruh belahan dunia. Dan hal ini mengakibatkan penangkapan ikan di bahari tidak akan bertahan lebih usang lagi dan mungkin tidak ada lagi yang tersisa untuk bisa dikelola (Pauly et al., 2002). Kondisi perikanan Indonesia tidak jauh berbeda dengan kondisi perikanan dunia secara umum. Sistem penentuan stok sumberdaya ikan yang kurang akurat (Wiyono, 2005) dan lemahnya penegakan aturan di laut, telah mengakibatkan kegiatan penangkapan ikan di Indonesia mencapai overfishing di banyak sekali wilayah perair-an. Beratnya beban bahari Indonesia untuk menyediakan stok ikan semakin diperparah dengan tingginya bencana illegal fishing. Pengunaan alat dan materi penangkapan yang sanggup merusak kelestarian alam sering kali kita temui, mirip pengunaan pukat harimau, pengeboman trumbu karang, dan kegiatan meracuni ikan.
Penangkapan yang secara prinsip ialah pengejaran ikan di laut, merupakan penyebab pribadi atau tidak pribadi perubahan-perubahan yang telah terjadi di laut, mulai dari hilangnya mamalia bahari ukuran besar hingga kerusakan habitat. Penangkapan yang tiada henti-hentinya dan peningkatan kemampuan tangkap, telah mengurangi populasi ikan dunia dengan cepat. Penangkapan spesies bahari ukuran besar, mirip ikan pedang (swordfish) dan tuna, telah menurunkan 80% populasi selama 20 tahun terakhir (Myers dan Worm, 2003). Bila sejarah dijadikan sebagai sebuah petunjuk, meskipun sistem administrasi penangkapan berbasis ekosistem atau dengan istilah ecosystem-based fishery management, (Pikitch, 2004) diterapkan sekalipun, maka kemampuan bahari untuk menyuplai ikan yang sanggup kita tangkap akan segera mencapai batas minimumnya.
Memburuknya perikanan tangkap dunia dan kerusakan habitat bahari membantu menjelaskan mengapa domestikasi bahari merupakan kegiatan yang tidak sanggup dielakkan. Tetapi, kita perlu berhati-hati mempertimbangkan bagaimana domestikasi ini dilakukan untuk menghindari lubang-lubang perangkap yang bisa merusak lingkungan (Pauly et al., 2002; Naylor et al., 2000).
Ambruknya perikanan bahari diduga akan terjadi bersamaan dengan meningkatnya seruan pangan dunia, khususnya protein hewani. Sehingga produksi pangan dunia harus dilipat-gandakan 50 tahun ke depan untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dunia (Tilman et al., 2002).
Untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan dan produksi protein hewani, maka kegiatan akuakultur perlu lebih ditingkatkan. Amerika Serikat misalnya, dalam 20 tahun terakhir telah meningkatkan sekitar 10% per tahun produksi budidayanya, yang mencakup budidaya ikan bahari dan kerang-kerangan di pinggir pantai. Sejauh ini, di Indonesia sebagian besar ekspansi akuakultur dilakukan pada ikan air tawar, mirip nila, ikan mas dan ikan lele-lelean di bak atau keramba jaring apung. Sedangkan pada budidaya bahari ialah masih didominasi oleh udang windu. Jenis organisme budidaya bahari yang dikembangkan juga baru-baru ini ialah udang jenis vannamei dan ikan kerapu.
Pembenihan merupakan salah satu unit produksi dalam kegiatan akuakultur. Kualitas dan kuantitas benih merupakan factor yang sangat memilih sukses atau tidaknya suatu kegiatan akuakultur selanjutnya, khususnya pembesaran. Semakin tinggi kualitas serta kuantitas benih yang dipakai maka semakin tinggi pula kualitas dan kuantitas hasil pembesaran yang dihasilkan.
Pemijahan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan pada kegiatan pembenihan untuk menghasilkan benih ikan. Pemijahan ikan dilakukan untuk melaksanakan fertilisasi sel telur yang dihasilkan induk betina oleh sperma yang dihasilkan induk jantan. kegagalan proses fertilisasi sanggup mengakibatkan kegiatan pembenihan ikan terhambat alasannya ialah telur-telur yang tidak terbuahi tidak sanggup bermetamorfosis larva atau benih. Telur-telur yang tidak terbuahi akan mati dan membusuk. Mengingat pentingnya proses fertilisasi ini maka pengamatan proses fertilisasi perlu dilakukan untuk mendapat produk pembenihan yang optimal.

1.2 Tujuan
Melaksanakan aktivitas D4 yaitu, 60 % praktek dan 40 % teori.
Meningkatkan kompetensi mahasiswa perihal prosess terjadinya fertilisasi sel telur oleh sperma.
Membandingkan antara teori yang telah diperoleh dengan praktikum di lapangan.


II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Mengenal Ikan Mas (Cyprinus Carpio)
2.1.1 Klasifikasi
Dalam ilmu taksonomi hewan, penjabaran ikan mas ialah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub. Phylum : Vertebrata
Super Class : Pisces
Class : Ostechtyes
Sub Class : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Sub Ordo : Cyprinidae
Marga : Cyprinus
Spesies : Cyprinus Carpio

2.1.2 Morfologi Ikan Mas
Tubuh ikan mas agak memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak diujung tengah (terminal) dan sanggup disembulkan (proktaktil), potongan anterior lisan terdapat dua pasang sungut. Secara umum, hampir seluruh badan ikan mas ditutupi oleh sisik. Hanya sebagian kecil saja.ubuhnya yang tidak tertutup oleh sisik. Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan digolongkan dalam sisik tipe sikloid. Selain itu, badan ikan mas juga dilengkapi dengan sirip.

2.2 Sperma
Spermatozoa atau sperma ialah gamet jantan yang dihasilkan oleh testis. Sperma dari beberapa spesies ikan famili Cyprinidae berwarna kekuning-kuningan ibarat susu. Cairan sperma ialah larutan spermatozoa yang berada dalam cairan seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis (Hoar, 1969). Campuran antara seminal plasma dengan spermatozoa disebut semen. Dalam setiap testis semen terdapat jutaan spermatozoa.
Menurut Toeliher (1981), sperma merupakan suatu sel kecil, kompak dan sangat khas, yang tidak tumbuh dan membagi diri. Pada dasarnya, sperma terdiri dari kepala yang membawa materi keturunan paternal dan ekor yang berperan sebagai alat penggerak. Sperma tidak memegang peranan apapun dalam fisiologi binatang yang menghasilkannya dan hanya melibatkan diri dalam pembuahan untuk membentuk individu baru.
2.2.1 Morfologi Sperma
Bentuk sperma secara garis besar struktur spermatozoa ikan yang sudah matang terdiri kepala, leher dan ekor flagella. Inti spermatozoa terdapat pada potongan kepala (Lagler,1972). Ada juga sperma yang memiliki middle piece sebagai penghubung atau antara leher dan ekor. Middle piece ini mengandung mitokondria yang berfungsi dalam metabolisme sperma.
Kepala spermatozoa secara umum berbentuk bundar atau oval; spermatozoa berbentuk sabit ditemukan pada sidat. Bagian tengah mengikuti teladan ultrastruktur umum, terdiri dari sebuah flagel tengah dan selubung mitokondria. Pada kebanyakan spermatozoa teleoitei, mitokondria ada sedikit termodifikasi dan terletak di dalam sebuah low collar (lengkung bawah) agak jauh dibelakang nukleus bundar Morfologi sperma ikan yang terlihat pada mikroskop 1000 kali, sebagian besar hanya potongan kepala yang berisi inti (nukleus), ekor dan leher yang nampak agak menebal antara kepala dan leher. Pada ikan mas, nilem, tawes dan barber kepala sperma berbentuk oval sedikit memanjang dimana perbandingan panjang kepala sedikit lebih besar daripada leher kepala. (Dr. Ir. Ridwan Affandi dan Dr. Ir. Usman M. Tang.2002.)
2.2.2 Ukuran Sperma
Spermatozoa pada ikan teleostei memiliki struktur yang sederhana dan ukuran yang hampir sama. Umumnya ukuran panjang kepala sperma antara 2-3 im dan panjang total dari spermatozoanya antara 400-600 im.
Lebar kepala sperma ikan mas lebih besar dibandingkan ikan nilem, tawes dan barber, sehingga jikalau sperma ikan mas dipakai untuk membuahi telur ikan nilem, tawes dan barber maka diperoleh jumlah larva yang relatif rendah alasannya ialah kepala spermanya tidak bisa membuahi telur. Sebaliknya sperma ikan nilem, tawes dan barber sanggup membuahi telur ikan mas yang berukuran diameter mikrofil telurnya lebih besar.
Dari hasil pengukuran terhadap panjang sperma ekor sperma, beberapa ikan carp oleh Risnawati (1995) masing-masing memiliki ukuran yang berbeda konkret antara satu dengan lainnya. Ikan mas koki memiliki ukuran ekor sperma terpanjang, lalu secara berturut-turut hingga yang terpendek ialah ikan mas, tawes, sumatera, nilem dan barber. Panjang pendeknya ukuran ekor ini sanggup memilih keaktifan sperma dalam bergerak. Semakin panjang ekor sperma maka semakin aktif sperma tersebut bergerak. Toelihere (1981) menyatakan bahwa ekor sperma mengandung semua saran yang perlu untuk motilitas dan ekor yang telah terpisah dari kepala sperma sanggup bergerak mirip sediakala.

Tabel. 1 Rata-Rata ukuran lebar kepala dan panjang ekor sperma ikan famili Cyprinidae (Risnawati, 1995)
Nama Ikan Lebar Kepala (im) Panjang Ekor (im)
Mas
Mas Koki
Nilem
Tawes
Sumatra
Barbir 1,832 + O,179
1,859 + 0,187
1,499 + 0,151
1,496 + 0,189
1,907 + 0,154
1,459 + 0,159 33,733 + 2,093
39,793 + 2,154
28,829 + 1,643
31,147 + 2,057
30,187 + 1,639
28,507 + 2,402

2.2.3 Anatomi dan Histologi
Walaupun ukuran dan betuk spermatozoa berbeda pada banyak sekali jenis ikan/hewan, na mun struktur morfologinya ialah sama. Permukaan sperma di bungkus oleh suatu membran lipoprotein. Aabila sel tersebut mati, permebilitas membrannya meninggi, terutama di tempat pangkal kepala dan hal ini merupakan dasar pewarnaan semen yang membedakan sperma hidup dari yang mati.
2.2.4 Kepala Sperma
Kepala sperma terisi inti, kromosom terdiri DNA yang bersenyawa dengan protein. Informasi genetika yang dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan di dalam molekul DNA.
2.2.5 Ekor Sperma
Ekor sperma sanggup dibagi atas tiga bagian; potongan tengah; potongan utama dan potongan ujung, dan berasal dari sentriol spermatid selama spermiogenesis. Ekor sperma berfungsi memberi gerak maju kepada spermatozoa dengan gelombang-gelombang yang dimulai di tempat inplantasi ekor sperma dan berjalan ke arah distal sepanjang ekor mirip pukulan cambuk (Toelihere, 1985)
2.2.6 Motilitas dan Daya Tahan Sperma
Sperma tidak bergerak dalam air mani. Ketika masuk ke air akan aktif berenang. Pergerakan sperma normal ialah mirip linear, biasanya teladan pergerakannya berbentuk spiral.
Daya tahan hidup spermatozoa dipengaruhi oleh pH, tekanan osmotik, elektrolit, non elektrolit, suhu dan cahaya. Pada umumnya sperma aktif dan tahan hidup usang pada pH sekitar 7,0. motilitas partial sanggup dipertahankan pada pH antara 5 dan 10.