Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memperlihatkan banyak laba bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove banyak memperlihatkan fungsi ekologis dan alasannya yaitu itulah mangrove menjadi salah satu produsen utama perikanan laut.
Mangrove memproduksi nutrien yang sanggup menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove sanggup menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies binatang khususnya udang, sehingga biasa disebut “tidak ada mangrove tidak ada udang” (Macnae,1968).
Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu telah diketemukan bahwa tumbuhan mangrove bisa mengontrol kegiatan nyamuk, alasannya yaitu ekstrak yang dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove bisa membunuh larva dari nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989). Itulah fungsi dari hutan mangrove yang ada di India, fungsi-¬fungsi tersebut tidak jauh berbeda dengan fungsi yang ada di Indonesia baik secara fisika kimia, biologi, maupun secara ekonomis.
Secara biologi fungsi dari pada hutan mangrove antara lain sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup pada ekosisitem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground) alasannya yaitu mangrove merupakan produsen primer yang bisa menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana dari sana tersedia banyak masakan bagi biota-biota yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga yaitu sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu biar terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan membesarkan anaknya. Selain itupun merupakan pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya. (Claridge dan Burnett,1993)
Secara fisik mangrove berfungsi dalam peredam angin angin puting-beliung dan gelombang, pelindung dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.
Ekosistem mangrove bisa menghasilkan zat-zat nutrient (organik dan anorganik) yang bisa menyuburkan perairan laut. Selain itupun ekosisitem mangrove berperan dalam siklus karbon, nitrogen dan sulfur.
Secara ekonomi mangrove bisa memperlihatkan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, baik itu penyediaan benih bagi industri perikanan, selain itu kayu dari tumbuhan mangrove sanggup dimanfaatkan untuk sebagai kayu bakar, materi kertas, materi konstruksi yang mempunyai nilai hemat yang cukup tinggi. Dan juga ketika ini ekosistem mangrove sedang dikembangkan sebagai wahana untuk sarana rekreasi atau tempat pariwisata yang sanggup meningkatkan pendapatan negara.
Ekosistem mangrove secara fisik maupun biologi berperan dalam menjaga ekosistem lain di sekitarnya, mirip padang lamun, terumbu karang, serta ekosistem pantai lainnya. Berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove saling terkait dan memperlihatkan banyak sekali fungsi ekologis bagi lingkungan. Secara garis besar fungsi hutan mangrove sanggup dikelompokkan menjadi :
1. Fungsi Fisik
• Menjaga garis pantai
• Mempercepat pembentukan lahan baru
• Sebagai pelindung terhadap gelombang dan arus
• Sebagai pelindung tepi sungai atau pantai
• Mendaur ulang unsur-unsur hara penting
2. Fungsi Biologi -Nursery ground, feeding ground, spawning ground, bagi banyak sekali spesies udang, ikan, dan lainnya -Habitat banyak sekali kehidupan liar
3. Fungsi Ekonomi
• Akuakultur
• Rekreasi
• Penghasil kayu
Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan mangrove merupakan suatu daerah yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini alasannya yaitu memperoleh proteksi energi berupa zat-zat masakan yang diangkut melalui gerakan pasang surut.
Keadaan ini menjadikan hutan mangrove memegang peranan penting bagi kehidupan biota mirip ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat memijah, berlindung dan tempat tumbuh.
Hutan mangrove sebagai pendaur zat hara, alasannya yaitu sanggup memproduksi sejumlah besar materi organik yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi serasah dan risikonya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun niscaya dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan materi suplai masakan biota air.
Turner (1975) menyatakan bahwa disamping fungsi hutan mangrove sebagai ‘waste land’ juga berfungsi sebagai kesatuan fungsi dari ekosistem estuari yang bersifat:
1. Sebagai daerah yang menyediakan habitat untuk ikan dan udang muda serta biota air lainnya dalam suatu daerah dangkal yang kaya akan masakan dengan predator yang sangat jarang.
2. Sebagai tumbuhan halofita, mangrove merupakan sentra penghisapan zat-zat hara dari dalam tanah, memperlihatkan materi organik pada ekosistem perairan. Merupakan proses yang penting dimana tumbuhan menjadi seimbang dengan tekanan garam di akar dan mengeluarkannya.
3. Hutan mangrove sebagai penghasil detritus atau materi organik dalam jumlah yang besar dan bermanfaat bag! mikroba dan sanggup eksklusif dimakan oleh biota yang lebih tinggi tingkat. Pentingnya ‘detritus food web’ ini diakui oleh para andal dan sangat mempunyai kegunaan dilingkungannya. Detritus mangrove menunjang populasi ikan sesudah terbawa arus sepanjang pantai.
Berdasarkan hal tersebut diatas, hutan mangrove memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan biota air dalam kesatuan fungsi ekosistem. Dengan bertambah luasnya hutan mangrove, cenderung semakin tinggi produktivitasnya. Hal ini telah dibuktikan oleh Martosubroto (1979) yaitu ada relasi antara keUmpahan udang diperairan dengan luasnya hutan mangrove. Demikian pula hasil penelitian dari Djuwito (1985) terhadap struktur komunitas ikan di Segara Anakan memperlihatkan indikasi bahwa perairan tersebut tingkat keanekaragamannya tinggi, dibandingkan dengan daerah Cibeureum yang dipengaruhi oleh sifat daratan. Tingginya keanekaragaman jenis ikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor masakan dan faktor kompetisi.
Produksi primer higienis merupakan cuilan dari produksi primer fotosintesis tumbuhan yang tersisa sesudah beberapa cuilan dipakai untuk respirasi tumbuhan yang bersangkutan. Fotosintesis dan respirasi yaitu dua elemen pokok dari produksi primer bersih. Komponen-komponen produksi primer higienis yaitu keseluruhan dari organ utama tumbuhan meliputi daun, batang dan akar. Selain itu, tumbuhan epfit mirip alga pada pneumatofor,dasar pohon dan permukaan tanah juga memperlihatkan sumbangan kepada produksi primer bersih.
Clough (1986) menyatakan produksi primer higienis mangrove berupa mated yang tergabung dalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organisme heterotrof atau sanggup juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik bam dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik.
Sebagai produser primer, mangrove memperlihatkan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuari dan perairan pantai melalui siklus materi yang menurut pada detritus atau serasah (Head, 1969 dalam Clough, 1982). Produktivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daun mangrove sebagai serasah sanggup dipakai untuk menggambarkan produktivitas (Chapman, 1976).
Daftar Pustaka
FAO, 1982. Management and Utilization of Mangroves in Asia and the Pasific. FAO Environmental Paper 3. FAO, Rome. Saenger, P.,E.J.Hegerl, and J.P.S. Davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystems. Comission on Ecology Papers No.3, IUCN Hutchings, P and Peter, S, 1987. Ekologi of mangroves. University of Queensland. London
Sumber: web.ipb.ac.id
www.goblue.or.id/fungsi-dan-peranan-mangrove
Fungsi dan Peranan Hutan Bakau (Mangrove) dalam Ekosistem, Jaga Kelestarian Ekosistem Hutan Bakau Bangka Belitung
Mengingat betapa pentingnya arti kelestarian hutan bakau ini bagi kelangsungan hidup ekosistem kelautan maka sudah selayaknya dan sewajarnya lah apabila pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini sangat memperhatikan keselamatan Hutan-hutan Bakau yang ada diwilayah provinsi Bangka Belitung. Tak terbayangkan apa yang akan dirasakan oleh seluruh masyarakat kepulauan Bangka Belitung ini bila suatu ketika kelak ekosistem Hutan Mangrove (hutan Bakau) yang ada di provinsi kepulauan Bangka Belitung ini hancur atau bahkan musnah, seberapa besar nilai kerugian yang akan didapat, dan seimbangkah dengan pendapatan dan penghasilan dari kegiatan perekonomian yang hanya akan berdampak sesaat saja? Tanpa memperhatikan dampak negatif jangka panjang bagi provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini. Kerugian Materiil yang sangat besar nilainya kalau di rupiahkan dan kerugian sprituil yang tak ternilai harganya ...
Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang bisa tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses maritim mirip pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan mirip sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan insan di daratan mirip penggundulan hutan dan pencemaran.
Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik (Siregar dan Purwaka, 2002). Masing-masing elemen dalam ekosistem mempunyai tugas dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara eksklusif besar lengan berkuasa terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
Mangrove mempunyai peranan ekologis, ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir. Kegiatan rehabilitasi menjadi sangat prioritas sebelum dampak negatif dari hilangnya mangrove ini meluas dan tidak sanggup diatasi (tsunami, abrasi, intrusi, pencemaran, dan penyebaran penyakit). Kota-kota yang mempunyai areal mangrove seluas 43,80 ha dalam daerah hutan berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata (ekoturisme).
Dalam merehabilitasi mangrove yang diharapkan yaitu master plan yang disusun menurut data obyektif kondisi biofisik dan sosial. Untuk keperluan ini, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam sanggup memperlihatkan bantuan dalam penyusunan master plan dan studi kelayakannya. Dalam hal rehabilitasi mangrove, ketentuan green belt perlu dipenuhi biar ekosistem mangrove yang terbangun sanggup memperlihatkan fungsinya secara optimal (mengantisipasi peristiwa tsunami, peningkatan produktivitas ikan tangkapan serta absorpsi polutan perairan).
Menurut Davis, Claridge dan Natarina (1995), hutan mangrove mempunyai fungsi dan manfaat sebagai berikut :
1. Habitat satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
2. Pelindung terhadap peristiwa alam
Vegetasi hutan bakau sanggup melindungi bangunan, tumbuhan pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akhir angin puting-beliung atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
3. Pengendapan lumpur
Sifat fisik tumbuhan pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berafiliasi bersahabat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, alasannya yaitu bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
4. Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari banyak sekali sumber, termasuk pembersihan dari areal pertanian.
5. Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif
6. Sumber alam dalam daerah (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ)
Hasil alam in-situ meliputi semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang sanggup dimanfaatkan secara eksklusif di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian dipakai oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber masakan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain mirip menambah luas pantai alasannya yaitu pemindahan pasir dan lumpur.
7. Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
8. Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar keuntungannya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
9. Rekreasi dan pariwisata
Hutan bakau mempunyai nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memperlihatkan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut mempunyai keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran perihal lingkungan eksklusif dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang mempunyai areal mangrove seluas 43,80 ha dalam daerah hutan, mempunyai peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove.
Kegiatan wisata ini di samping memperlihatkan pendapatan eksklusif bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga bisa menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, mirip membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.
10. Sarana pendidikan dan penelitian
Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
11. Memelihara proses-proses dan sistem alami
Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
12. Penyerapan karbon
Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk materi vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, materi ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar materi organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
13. Memelihara iklim mikro
Evapotranspirasi hutan bakau bisa menjaga ketembaban dan curah hujan daerah tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
14. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam
Keberadaan hutan bakau sanggup mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
Hutan Mangrove dan Perikanan
Dalam tinjauan siklus biomassa, hutan mangrove memperlihatkan masukan unsur hara terhadap ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi bawah umur ikan, tempat kawin/pemijahan, dan lain-lain. Sumber masakan utama bagi organisme air di daerah mangrove yaitu dalam bentuk partikel materi organik (detritus) yang dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove (seperti daun, ranting dan bunga). Selama proses dekomposisi, serasah mangrove berangsur-angsur meningkat kadar proteinnya dan berfungsi sebagai sumber masakan bagi banyak sekali organisme pemakan deposit mirip moluska, kepiting dang cacing polychaeta. Konsumen primer ini menjadi masakan bagi konsumen tingkat dua, biasanya didominasi oleh ikan-ikan buas berukuran kecil selanjutnya dimakan oleh juvenil ikan predator besar yang membentuk konsumen tingkat tiga Singkatnya, hutan mangrove berperan penting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragamjenis-jenis komoditi penting perikanan baik dalam keseluruhan maupun sebagian dari siklus hidupnya.
Foto Hutan Mangrove ( Hutan Bakau ) di Indonesia
Nilai Ekonomis Hutan Bakau
Berdasarkan kajian ekonomi terhadap hasil analisa biaya dan manfaat ekosistem hutan mangrove (bakau) ternyata sangat mengejutkan, di beberapa daerah mirip Madura dan Irian Jaya sanggup mencapai triliunan rupiah, kata Asisten Deputi Urusan Eksosistem Pesisir dan Laut Kementerian Lingkungan Hidup, Dr LH Sudharyono.
Pada Workshop Perencanaan Strategis Pengendalian Kerusakan Hutan Mangrove se-Sumatera di Bandar Lampung terungkap bahwa hasil penelitian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB-Bogor dengan Kantor Menteri Negara LH (1995) perihal hasil analisa biaya dan manfaat ekosistem hutan mangrove Hasilnya ternyata sangat mencengangkan, di Pulau Madura, diperoleh Total Economic Value (TEV) sebesar Rp 49 trilyun, untuk Irian Jaya Rp. 329 trilyun, Kalimantan Timur sebesar Rp. 178 trilyun dan Jabar Rp. 1,357 trilyun. Total TEV untuk seluruh Indonesia mencapai Rp. 820 trilyun.
Berdasarkan hasil analisa biaya dan manfaat terhadap skenario pengelolaan ekosistem mangrove disarankan skenarionya : 100 persen hutan mangrove tetap dipertahankan mirip kondisi ketika ini, sebagai pilihan pengelolaan yang paling optimal, kenyataannya, telah terjadi pengurangan hutan mangrove, di Pulau Jawa, pada tahun 1997 saja luasnya sudah tinggal 19.077 ha (data tahun 1985 seluas 170.500 ha) atau hanya tersisa sekitar 11,19 persen saja.
Penyusutan terbesar terjadi di Jawa Timur, dari luasan 57.500 ha menjadi hanya 500 ha (8 persen), kemudian di Jabar, dari 66.500 ha tinggal kurang dari 5.000 ha. Sedangkan di Jateng, tinggal 13.577 ha dari 46.500 ha (tinggal 29 persen). Sementara luas tambak di Pulau Jawa yaitu 128.740 ha yang tersebar di Jabar (50.330 ha), Jateng (30.497 ha), dan di Jatim (47.913 ha).
Dikhawatirkan apabila di waktu mendatang dilakukan ekstensifikasi tambak dengan mengubah hutan mangrove atau terjadi pengrusakan dan penyerobotan lahan hutan mangrove, maka kemungkinan besar akan sangat sulit untuk mendapat hutan mangrove di Jawa, bahkan didaerah manapun di Indonesia ini.
Mengingat betapa pentingnya arti kelestarian hutan bakau ini bagi kelangsungan hidup ekosistem kelautan maka sudah selayaknya dan sewajarnya lah apabila pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini sangat memperhatikan keselamatan Hutan-hutan Bakau yang ada diwilayah provinsi Bangka Belitung. Tak terbayangkan apa yang akan dirasakan oleh seluruh masyarakat kepulauan Bangka Belitung ini bila suatu ketika kelak ekosistem Hutan Mangrove (hutan Bakau) yang ada di provinsi kepulauan Bangka Belitung ini hancur atau bahkan musnah, seberapa besar nilai kerugian yang akan didapat, dan seimbangkah dengan pendapatan dan penghasilan dari kegiatan perekonomian yang hanya akan berdampak sesaat saja? Tanpa memperhatikan dampak negatif jangka panjang bagi provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini. Kerugian Materiil yang sangat besar nilainya kalau di rupiahkan dan kerugian sprituil yang tak ternilai harganya ...
Sumber :
• https://agrilogy.blogspot.com//search?q=melestarikan-mangrove-menyelamatkan_31
Mangrove Sumber Kehidupan
edisi: 11/Mar/2008 wib
MANGROVE, bakau, hutan pantai, mangal, hutan api-api yaitu sebutan bagi komunitas tumbuhan pantai yang mempunyai pembiasaan khusus. Bila diibaratkan sebuah pohon maka mangrove berperan sebagai akarnya dan rindangnya pohon yaitu lautan. Sehingga mangrove memegang peranan penting untuk kehidupan laut.
Di daerah pesisir dimana mangrove sanggup hidup dengan baik, maka ekosistem ini akan mendukung lingkungan pantai, menjadi tempat yang ideal bagi ikan-ikan untuk berkembang biak dan memijahkan telur-telurnya, rumah yang nyaman bagi kepiting dan burung air, bahkan mangrove juga sanggup berfungsi menyaring pencemaran logam berat dari daratan sebelum masuk lautan.
Mangrove di Pulau Bangka dan Belitung, merupakan daerah konservasi yang mempunyai potensi sumber daya alam dan keragaman hayati yang tinggi. Namun ironis, di hampir semua sudut Negeri Serumpun Sebalai ini, kerusakan mangrove nyaris tak bisa dielakkan lagi. Beberapa penyebab kerusakan tersebut yaitu akitivitas industri pertambangan timah, reklamasi dan pencemaran. Beberapa diantaranya diakibatkan agresi perambahan liar yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
Padahal, mangrove yaitu ‘hutan masa depan’ yang menyimpan keanekaragaman hayati yang mempunyai banyak fungsi serta berpotensi dikembangkan menjadi daerah ekowisata
https://agrilogy.blogspot.com//search?q=melestarikan-mangrove-menyelamatkan_31
Mangrove Center Lampung
Sumber : https://agrilogy.blogspot.com//search?q=melestarikan-mangrove-menyelamatkan_31
Gambar 2. Wanamina Pola Empang Parit
diterapkan untuk tambak ikan bandeng, sedangkan kepadatan vegetasi yang lebih tinggi sesuai untuk diterapkan pada budidaya udang dan kepiting bakau. Jenis mangrove yang ditanam umumnya yaitu bakau (Rhizophora sp) atau sanggup juga memakai jenis api-api (Avicennia spp).
Kanal untuk memelihara ikan/udang berukuran lebar 3-5 m dan kedalaman sekitar 40-80 cm dari muka pelataran. Dengan banyak sekali modifikasi disain dasar tersebut, maka luasan perairan terbuka yang sanggup dipakai untuk memelihara ikan/udang sanggup diubahsuaikan sampai mencapai 40-60%. Berbagai jenis ikan, mirip bandeng, kerapu lumpur, kakap putih, dan baronang, serta udang dan kepiting bakau, sanggup dipelihara secara intensif di saluran tersebut.
Empang Parit yang Disempurnakan
Pada dasarnya sistem empang parit yang disempurnakan (Gambar 3) tidak berbeda jauh dengan sistem empang parit. Perbedaannya hanya terletak pada disain lahan untuk menanam mangrove dan empang diatur oleh saluran air yang terpisah. Model ini memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan empang parit, alasannya yaitu adanya tanggul yang mengelilingi lahan pelataran yang akan dipakai untuk menanam mangrove.
Gambar 3. Empang Parit yang Disempurnakan
Sistem Komplangan (Selang-seling)
Model Komplangan (Gambar 4) merupakan suatu sistem silvo-fishery dengan desain tambak berselang-seling atau bersebelahan dengan lahan yang akan ditanami mangrove. Lahan untuk mangrove dan empang terpisah dalam dua hamparan yang diatur oleh saluran air dengan dua pintu air yang terpisah. Luas areal yang akan dipakai untuk silvofishery dengan model ini disarankan antara 2-4 ha, sehingga nantinya akan dikembangkan ukuran tambak yang standar untuk memelihara ikan/udang minimal yaitu 1 ha. Model ini merupakan suatu metode budidaya air payau dengan input yang rendah dan menghasilkan dampak negatif yang minimal terhadap lingkungan (ekosistem).
Sistem komplangan yang diterapkan tegaklurus dengan garis pantai memungkinkan sejumlah aliran air tawar menuju ke mangrove di dalam areal greenbelt. Model ini juga sanggup menjaga kelimpahan keanekaragaman sumberdaya alam hayati. Dalam pelaksanaannya, silvofishery model komplangan ini lebih cocok diterapkan pada areal dengan kepemilikan yang jelas, mirip lahan milik pemerintah atau lahan-lahan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat.
Gambar 4. Wanamina Pola Komplangan
Dari beberapa klarifikasi tersebut, diketahui bahwa silvofishery sistem empang parit dan komplangan sanggup diterapkan untuk menjaga kelestarian dan fungsi daerah mangrove dengan kegiatan budidaya perikanan tetap sanggup berlangsung di areal tersebut. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penerapannya kepada masyarakat.
Dibandingkan dengan sistem tambak terbuka, silvofishery mempunyai beberapa hambatan yang sanggup mengganggu proses budidaya perikanan, sehingga masyarakat enggan untuk melakukannya. Beberapa hambatan tersebut antara lain:
1. Areal budidaya menjadi berkurang, sehingga kapasitas produksi juga sanggup menurun.
2. Sirkulasi air berkurang dan cenderung stagnan, sehingga oksigen terlarut juga rendah.
3. Penetrasi cahaya matahari akan terhalang oleh pohon mangrove yang sanggup menimbulkan Penurunan produktivitas phytoplanton dan algae bentik yang menjadi sumber masakan alami ikan/udang yang dibudi-dayakan.
4. Hilangnya fungsi pelataran sebagai tempat difusi oksigen dari udara ke air.
5. Tannin yang berasal dari mangrove sanggup menimbulkan potensi toksik terhadap ikan/udang yang Dibudidayakan.
6. Areal mangrove juga berpotensi sebagai tempat hidup beberapa jenis hama dan carrier penyakityang sanggup menyerang ikan/udang yang dibudidayakan.
Di samping itu kegiatan ekonomi masyarakat sanggup juga diarahkan pada bidang lain yang tidak secara eksklusif bersinggungan dengan hutan mangrove atau masyarakat menggali dan memanfaatkan potensi ekonomi yang lain dari hutan mangrove yakni: (1) potensi ekowisata, (2) budidaya kerang, (3) budidaya tiram, (4) budidaya ikan, (5) budidaya udang , dan (6) perjuangan gula nipah, dan lain-lain.
VISI DAN MISI
Visi: Pada tahun 2025, Mangrove Center Lampung menjadi prasarana hutan pendidikan bagi pelajar, mahasiswa, peneliti, masyarakat dan menjadi sentra pemberdayaan masyarakat yang berkeadilan.
Misi:
1. Melaksanakan perencanaan, pengelolaan, dan pelaporan kegiatan mangrove berwawasan
lingkungan.
2. Menjadikan daerah mangrove lestari, dan memberdayakan ekonomi kerakyatan
3. Mengembangkan teknologi hutan mangrove berwawasan lingkungan
4. Melaksanakan kegiatan pendidikan untuk menghasilkan teknologi pengelolaan mangrove yang
berwawasan lingkungan.
5. Menjadikan sentra informasi pengelolaan mangrove berbasis masyarakat di Sumatera.
TUJUAN-TUJUAN
Tujuan dari pengelolaan terpadu hutan mangrove berbasis kemasyarakatan di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur Propinsi Lampung yang merupakan kerjasama tripartit antara masyarakat, Universitas Lampung dan pemerintah daerah secara umum terdiri dari :
A.Tujuan Jangka Pendek
1. Meningkatkan kemampuan sumberdaya insan dalam pengelolaan wilayah pesisir baik dari
pihak masyarakat, Universitas Lampung, dan pemerintah daerah.
2. Terbangunnya keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir sebagai pilot project untuk lebih
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pembangunan.
3. Meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir dengan acara pemberdayaan baik secara sosial
maupun ekonomis, dan peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) pemerintah daerah.
B.Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang kegiatan ini yaitu terwujudnya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu untuk keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat serta menjadi permodelan pengelolaan mangrove skala nasional.
Mangrove memproduksi nutrien yang sanggup menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove sanggup menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies binatang khususnya udang, sehingga biasa disebut “tidak ada mangrove tidak ada udang” (Macnae,1968).
Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu telah diketemukan bahwa tumbuhan mangrove bisa mengontrol kegiatan nyamuk, alasannya yaitu ekstrak yang dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove bisa membunuh larva dari nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989). Itulah fungsi dari hutan mangrove yang ada di India, fungsi-¬fungsi tersebut tidak jauh berbeda dengan fungsi yang ada di Indonesia baik secara fisika kimia, biologi, maupun secara ekonomis.
Secara biologi fungsi dari pada hutan mangrove antara lain sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup pada ekosisitem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground) alasannya yaitu mangrove merupakan produsen primer yang bisa menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana dari sana tersedia banyak masakan bagi biota-biota yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga yaitu sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu biar terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan membesarkan anaknya. Selain itupun merupakan pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya. (Claridge dan Burnett,1993)
Secara fisik mangrove berfungsi dalam peredam angin angin puting-beliung dan gelombang, pelindung dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.
Ekosistem mangrove bisa menghasilkan zat-zat nutrient (organik dan anorganik) yang bisa menyuburkan perairan laut. Selain itupun ekosisitem mangrove berperan dalam siklus karbon, nitrogen dan sulfur.
Secara ekonomi mangrove bisa memperlihatkan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, baik itu penyediaan benih bagi industri perikanan, selain itu kayu dari tumbuhan mangrove sanggup dimanfaatkan untuk sebagai kayu bakar, materi kertas, materi konstruksi yang mempunyai nilai hemat yang cukup tinggi. Dan juga ketika ini ekosistem mangrove sedang dikembangkan sebagai wahana untuk sarana rekreasi atau tempat pariwisata yang sanggup meningkatkan pendapatan negara.
Ekosistem mangrove secara fisik maupun biologi berperan dalam menjaga ekosistem lain di sekitarnya, mirip padang lamun, terumbu karang, serta ekosistem pantai lainnya. Berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove saling terkait dan memperlihatkan banyak sekali fungsi ekologis bagi lingkungan. Secara garis besar fungsi hutan mangrove sanggup dikelompokkan menjadi :
1. Fungsi Fisik
• Menjaga garis pantai
• Mempercepat pembentukan lahan baru
• Sebagai pelindung terhadap gelombang dan arus
• Sebagai pelindung tepi sungai atau pantai
• Mendaur ulang unsur-unsur hara penting
2. Fungsi Biologi -Nursery ground, feeding ground, spawning ground, bagi banyak sekali spesies udang, ikan, dan lainnya -Habitat banyak sekali kehidupan liar
3. Fungsi Ekonomi
• Akuakultur
• Rekreasi
• Penghasil kayu
Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan mangrove merupakan suatu daerah yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini alasannya yaitu memperoleh proteksi energi berupa zat-zat masakan yang diangkut melalui gerakan pasang surut.
Keadaan ini menjadikan hutan mangrove memegang peranan penting bagi kehidupan biota mirip ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat memijah, berlindung dan tempat tumbuh.
Hutan mangrove sebagai pendaur zat hara, alasannya yaitu sanggup memproduksi sejumlah besar materi organik yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi serasah dan risikonya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun niscaya dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan materi suplai masakan biota air.
Turner (1975) menyatakan bahwa disamping fungsi hutan mangrove sebagai ‘waste land’ juga berfungsi sebagai kesatuan fungsi dari ekosistem estuari yang bersifat:
1. Sebagai daerah yang menyediakan habitat untuk ikan dan udang muda serta biota air lainnya dalam suatu daerah dangkal yang kaya akan masakan dengan predator yang sangat jarang.
2. Sebagai tumbuhan halofita, mangrove merupakan sentra penghisapan zat-zat hara dari dalam tanah, memperlihatkan materi organik pada ekosistem perairan. Merupakan proses yang penting dimana tumbuhan menjadi seimbang dengan tekanan garam di akar dan mengeluarkannya.
3. Hutan mangrove sebagai penghasil detritus atau materi organik dalam jumlah yang besar dan bermanfaat bag! mikroba dan sanggup eksklusif dimakan oleh biota yang lebih tinggi tingkat. Pentingnya ‘detritus food web’ ini diakui oleh para andal dan sangat mempunyai kegunaan dilingkungannya. Detritus mangrove menunjang populasi ikan sesudah terbawa arus sepanjang pantai.
Berdasarkan hal tersebut diatas, hutan mangrove memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan biota air dalam kesatuan fungsi ekosistem. Dengan bertambah luasnya hutan mangrove, cenderung semakin tinggi produktivitasnya. Hal ini telah dibuktikan oleh Martosubroto (1979) yaitu ada relasi antara keUmpahan udang diperairan dengan luasnya hutan mangrove. Demikian pula hasil penelitian dari Djuwito (1985) terhadap struktur komunitas ikan di Segara Anakan memperlihatkan indikasi bahwa perairan tersebut tingkat keanekaragamannya tinggi, dibandingkan dengan daerah Cibeureum yang dipengaruhi oleh sifat daratan. Tingginya keanekaragaman jenis ikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor masakan dan faktor kompetisi.
Produksi primer higienis merupakan cuilan dari produksi primer fotosintesis tumbuhan yang tersisa sesudah beberapa cuilan dipakai untuk respirasi tumbuhan yang bersangkutan. Fotosintesis dan respirasi yaitu dua elemen pokok dari produksi primer bersih. Komponen-komponen produksi primer higienis yaitu keseluruhan dari organ utama tumbuhan meliputi daun, batang dan akar. Selain itu, tumbuhan epfit mirip alga pada pneumatofor,dasar pohon dan permukaan tanah juga memperlihatkan sumbangan kepada produksi primer bersih.
Clough (1986) menyatakan produksi primer higienis mangrove berupa mated yang tergabung dalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organisme heterotrof atau sanggup juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik bam dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik.
Sebagai produser primer, mangrove memperlihatkan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuari dan perairan pantai melalui siklus materi yang menurut pada detritus atau serasah (Head, 1969 dalam Clough, 1982). Produktivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daun mangrove sebagai serasah sanggup dipakai untuk menggambarkan produktivitas (Chapman, 1976).
Daftar Pustaka
FAO, 1982. Management and Utilization of Mangroves in Asia and the Pasific. FAO Environmental Paper 3. FAO, Rome. Saenger, P.,E.J.Hegerl, and J.P.S. Davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystems. Comission on Ecology Papers No.3, IUCN Hutchings, P and Peter, S, 1987. Ekologi of mangroves. University of Queensland. London
Sumber: web.ipb.ac.id
www.goblue.or.id/fungsi-dan-peranan-mangrove
Fungsi dan Peranan Hutan Bakau (Mangrove) dalam Ekosistem, Jaga Kelestarian Ekosistem Hutan Bakau Bangka Belitung
Mengingat betapa pentingnya arti kelestarian hutan bakau ini bagi kelangsungan hidup ekosistem kelautan maka sudah selayaknya dan sewajarnya lah apabila pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini sangat memperhatikan keselamatan Hutan-hutan Bakau yang ada diwilayah provinsi Bangka Belitung. Tak terbayangkan apa yang akan dirasakan oleh seluruh masyarakat kepulauan Bangka Belitung ini bila suatu ketika kelak ekosistem Hutan Mangrove (hutan Bakau) yang ada di provinsi kepulauan Bangka Belitung ini hancur atau bahkan musnah, seberapa besar nilai kerugian yang akan didapat, dan seimbangkah dengan pendapatan dan penghasilan dari kegiatan perekonomian yang hanya akan berdampak sesaat saja? Tanpa memperhatikan dampak negatif jangka panjang bagi provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini. Kerugian Materiil yang sangat besar nilainya kalau di rupiahkan dan kerugian sprituil yang tak ternilai harganya ...
Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang bisa tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses maritim mirip pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan mirip sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan insan di daratan mirip penggundulan hutan dan pencemaran.
Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik (Siregar dan Purwaka, 2002). Masing-masing elemen dalam ekosistem mempunyai tugas dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara eksklusif besar lengan berkuasa terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
Mangrove mempunyai peranan ekologis, ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir. Kegiatan rehabilitasi menjadi sangat prioritas sebelum dampak negatif dari hilangnya mangrove ini meluas dan tidak sanggup diatasi (tsunami, abrasi, intrusi, pencemaran, dan penyebaran penyakit). Kota-kota yang mempunyai areal mangrove seluas 43,80 ha dalam daerah hutan berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata (ekoturisme).
Dalam merehabilitasi mangrove yang diharapkan yaitu master plan yang disusun menurut data obyektif kondisi biofisik dan sosial. Untuk keperluan ini, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam sanggup memperlihatkan bantuan dalam penyusunan master plan dan studi kelayakannya. Dalam hal rehabilitasi mangrove, ketentuan green belt perlu dipenuhi biar ekosistem mangrove yang terbangun sanggup memperlihatkan fungsinya secara optimal (mengantisipasi peristiwa tsunami, peningkatan produktivitas ikan tangkapan serta absorpsi polutan perairan).
Menurut Davis, Claridge dan Natarina (1995), hutan mangrove mempunyai fungsi dan manfaat sebagai berikut :
1. Habitat satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
2. Pelindung terhadap peristiwa alam
Vegetasi hutan bakau sanggup melindungi bangunan, tumbuhan pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akhir angin puting-beliung atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
3. Pengendapan lumpur
Sifat fisik tumbuhan pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berafiliasi bersahabat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, alasannya yaitu bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
4. Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari banyak sekali sumber, termasuk pembersihan dari areal pertanian.
5. Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif
6. Sumber alam dalam daerah (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ)
Hasil alam in-situ meliputi semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang sanggup dimanfaatkan secara eksklusif di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian dipakai oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber masakan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain mirip menambah luas pantai alasannya yaitu pemindahan pasir dan lumpur.
7. Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
8. Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar keuntungannya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
9. Rekreasi dan pariwisata
Hutan bakau mempunyai nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memperlihatkan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut mempunyai keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran perihal lingkungan eksklusif dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang mempunyai areal mangrove seluas 43,80 ha dalam daerah hutan, mempunyai peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove.
Kegiatan wisata ini di samping memperlihatkan pendapatan eksklusif bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga bisa menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, mirip membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.
10. Sarana pendidikan dan penelitian
Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
11. Memelihara proses-proses dan sistem alami
Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
12. Penyerapan karbon
Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk materi vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, materi ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar materi organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
13. Memelihara iklim mikro
Evapotranspirasi hutan bakau bisa menjaga ketembaban dan curah hujan daerah tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
14. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam
Keberadaan hutan bakau sanggup mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
Hutan Mangrove dan Perikanan
Dalam tinjauan siklus biomassa, hutan mangrove memperlihatkan masukan unsur hara terhadap ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi bawah umur ikan, tempat kawin/pemijahan, dan lain-lain. Sumber masakan utama bagi organisme air di daerah mangrove yaitu dalam bentuk partikel materi organik (detritus) yang dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove (seperti daun, ranting dan bunga). Selama proses dekomposisi, serasah mangrove berangsur-angsur meningkat kadar proteinnya dan berfungsi sebagai sumber masakan bagi banyak sekali organisme pemakan deposit mirip moluska, kepiting dang cacing polychaeta. Konsumen primer ini menjadi masakan bagi konsumen tingkat dua, biasanya didominasi oleh ikan-ikan buas berukuran kecil selanjutnya dimakan oleh juvenil ikan predator besar yang membentuk konsumen tingkat tiga Singkatnya, hutan mangrove berperan penting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragamjenis-jenis komoditi penting perikanan baik dalam keseluruhan maupun sebagian dari siklus hidupnya.
Foto Hutan Mangrove ( Hutan Bakau ) di Indonesia
Nilai Ekonomis Hutan Bakau
Berdasarkan kajian ekonomi terhadap hasil analisa biaya dan manfaat ekosistem hutan mangrove (bakau) ternyata sangat mengejutkan, di beberapa daerah mirip Madura dan Irian Jaya sanggup mencapai triliunan rupiah, kata Asisten Deputi Urusan Eksosistem Pesisir dan Laut Kementerian Lingkungan Hidup, Dr LH Sudharyono.
Pada Workshop Perencanaan Strategis Pengendalian Kerusakan Hutan Mangrove se-Sumatera di Bandar Lampung terungkap bahwa hasil penelitian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB-Bogor dengan Kantor Menteri Negara LH (1995) perihal hasil analisa biaya dan manfaat ekosistem hutan mangrove Hasilnya ternyata sangat mencengangkan, di Pulau Madura, diperoleh Total Economic Value (TEV) sebesar Rp 49 trilyun, untuk Irian Jaya Rp. 329 trilyun, Kalimantan Timur sebesar Rp. 178 trilyun dan Jabar Rp. 1,357 trilyun. Total TEV untuk seluruh Indonesia mencapai Rp. 820 trilyun.
Berdasarkan hasil analisa biaya dan manfaat terhadap skenario pengelolaan ekosistem mangrove disarankan skenarionya : 100 persen hutan mangrove tetap dipertahankan mirip kondisi ketika ini, sebagai pilihan pengelolaan yang paling optimal, kenyataannya, telah terjadi pengurangan hutan mangrove, di Pulau Jawa, pada tahun 1997 saja luasnya sudah tinggal 19.077 ha (data tahun 1985 seluas 170.500 ha) atau hanya tersisa sekitar 11,19 persen saja.
Penyusutan terbesar terjadi di Jawa Timur, dari luasan 57.500 ha menjadi hanya 500 ha (8 persen), kemudian di Jabar, dari 66.500 ha tinggal kurang dari 5.000 ha. Sedangkan di Jateng, tinggal 13.577 ha dari 46.500 ha (tinggal 29 persen). Sementara luas tambak di Pulau Jawa yaitu 128.740 ha yang tersebar di Jabar (50.330 ha), Jateng (30.497 ha), dan di Jatim (47.913 ha).
Dikhawatirkan apabila di waktu mendatang dilakukan ekstensifikasi tambak dengan mengubah hutan mangrove atau terjadi pengrusakan dan penyerobotan lahan hutan mangrove, maka kemungkinan besar akan sangat sulit untuk mendapat hutan mangrove di Jawa, bahkan didaerah manapun di Indonesia ini.
Mengingat betapa pentingnya arti kelestarian hutan bakau ini bagi kelangsungan hidup ekosistem kelautan maka sudah selayaknya dan sewajarnya lah apabila pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini sangat memperhatikan keselamatan Hutan-hutan Bakau yang ada diwilayah provinsi Bangka Belitung. Tak terbayangkan apa yang akan dirasakan oleh seluruh masyarakat kepulauan Bangka Belitung ini bila suatu ketika kelak ekosistem Hutan Mangrove (hutan Bakau) yang ada di provinsi kepulauan Bangka Belitung ini hancur atau bahkan musnah, seberapa besar nilai kerugian yang akan didapat, dan seimbangkah dengan pendapatan dan penghasilan dari kegiatan perekonomian yang hanya akan berdampak sesaat saja? Tanpa memperhatikan dampak negatif jangka panjang bagi provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini. Kerugian Materiil yang sangat besar nilainya kalau di rupiahkan dan kerugian sprituil yang tak ternilai harganya ...
Sumber :
• https://agrilogy.blogspot.com//search?q=melestarikan-mangrove-menyelamatkan_31
Mangrove Sumber Kehidupan
edisi: 11/Mar/2008 wib
MANGROVE, bakau, hutan pantai, mangal, hutan api-api yaitu sebutan bagi komunitas tumbuhan pantai yang mempunyai pembiasaan khusus. Bila diibaratkan sebuah pohon maka mangrove berperan sebagai akarnya dan rindangnya pohon yaitu lautan. Sehingga mangrove memegang peranan penting untuk kehidupan laut.
Di daerah pesisir dimana mangrove sanggup hidup dengan baik, maka ekosistem ini akan mendukung lingkungan pantai, menjadi tempat yang ideal bagi ikan-ikan untuk berkembang biak dan memijahkan telur-telurnya, rumah yang nyaman bagi kepiting dan burung air, bahkan mangrove juga sanggup berfungsi menyaring pencemaran logam berat dari daratan sebelum masuk lautan.
Mangrove di Pulau Bangka dan Belitung, merupakan daerah konservasi yang mempunyai potensi sumber daya alam dan keragaman hayati yang tinggi. Namun ironis, di hampir semua sudut Negeri Serumpun Sebalai ini, kerusakan mangrove nyaris tak bisa dielakkan lagi. Beberapa penyebab kerusakan tersebut yaitu akitivitas industri pertambangan timah, reklamasi dan pencemaran. Beberapa diantaranya diakibatkan agresi perambahan liar yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
Padahal, mangrove yaitu ‘hutan masa depan’ yang menyimpan keanekaragaman hayati yang mempunyai banyak fungsi serta berpotensi dikembangkan menjadi daerah ekowisata
https://agrilogy.blogspot.com//search?q=melestarikan-mangrove-menyelamatkan_31
Mangrove Center Lampung
Sumber : https://agrilogy.blogspot.com//search?q=melestarikan-mangrove-menyelamatkan_31
Gambar 2. Wanamina Pola Empang Parit
diterapkan untuk tambak ikan bandeng, sedangkan kepadatan vegetasi yang lebih tinggi sesuai untuk diterapkan pada budidaya udang dan kepiting bakau. Jenis mangrove yang ditanam umumnya yaitu bakau (Rhizophora sp) atau sanggup juga memakai jenis api-api (Avicennia spp).
Kanal untuk memelihara ikan/udang berukuran lebar 3-5 m dan kedalaman sekitar 40-80 cm dari muka pelataran. Dengan banyak sekali modifikasi disain dasar tersebut, maka luasan perairan terbuka yang sanggup dipakai untuk memelihara ikan/udang sanggup diubahsuaikan sampai mencapai 40-60%. Berbagai jenis ikan, mirip bandeng, kerapu lumpur, kakap putih, dan baronang, serta udang dan kepiting bakau, sanggup dipelihara secara intensif di saluran tersebut.
Empang Parit yang Disempurnakan
Pada dasarnya sistem empang parit yang disempurnakan (Gambar 3) tidak berbeda jauh dengan sistem empang parit. Perbedaannya hanya terletak pada disain lahan untuk menanam mangrove dan empang diatur oleh saluran air yang terpisah. Model ini memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan empang parit, alasannya yaitu adanya tanggul yang mengelilingi lahan pelataran yang akan dipakai untuk menanam mangrove.
Gambar 3. Empang Parit yang Disempurnakan
Sistem Komplangan (Selang-seling)
Model Komplangan (Gambar 4) merupakan suatu sistem silvo-fishery dengan desain tambak berselang-seling atau bersebelahan dengan lahan yang akan ditanami mangrove. Lahan untuk mangrove dan empang terpisah dalam dua hamparan yang diatur oleh saluran air dengan dua pintu air yang terpisah. Luas areal yang akan dipakai untuk silvofishery dengan model ini disarankan antara 2-4 ha, sehingga nantinya akan dikembangkan ukuran tambak yang standar untuk memelihara ikan/udang minimal yaitu 1 ha. Model ini merupakan suatu metode budidaya air payau dengan input yang rendah dan menghasilkan dampak negatif yang minimal terhadap lingkungan (ekosistem).
Sistem komplangan yang diterapkan tegaklurus dengan garis pantai memungkinkan sejumlah aliran air tawar menuju ke mangrove di dalam areal greenbelt. Model ini juga sanggup menjaga kelimpahan keanekaragaman sumberdaya alam hayati. Dalam pelaksanaannya, silvofishery model komplangan ini lebih cocok diterapkan pada areal dengan kepemilikan yang jelas, mirip lahan milik pemerintah atau lahan-lahan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat.
Gambar 4. Wanamina Pola Komplangan
Dari beberapa klarifikasi tersebut, diketahui bahwa silvofishery sistem empang parit dan komplangan sanggup diterapkan untuk menjaga kelestarian dan fungsi daerah mangrove dengan kegiatan budidaya perikanan tetap sanggup berlangsung di areal tersebut. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penerapannya kepada masyarakat.
Dibandingkan dengan sistem tambak terbuka, silvofishery mempunyai beberapa hambatan yang sanggup mengganggu proses budidaya perikanan, sehingga masyarakat enggan untuk melakukannya. Beberapa hambatan tersebut antara lain:
1. Areal budidaya menjadi berkurang, sehingga kapasitas produksi juga sanggup menurun.
2. Sirkulasi air berkurang dan cenderung stagnan, sehingga oksigen terlarut juga rendah.
3. Penetrasi cahaya matahari akan terhalang oleh pohon mangrove yang sanggup menimbulkan Penurunan produktivitas phytoplanton dan algae bentik yang menjadi sumber masakan alami ikan/udang yang dibudi-dayakan.
4. Hilangnya fungsi pelataran sebagai tempat difusi oksigen dari udara ke air.
5. Tannin yang berasal dari mangrove sanggup menimbulkan potensi toksik terhadap ikan/udang yang Dibudidayakan.
6. Areal mangrove juga berpotensi sebagai tempat hidup beberapa jenis hama dan carrier penyakityang sanggup menyerang ikan/udang yang dibudidayakan.
Di samping itu kegiatan ekonomi masyarakat sanggup juga diarahkan pada bidang lain yang tidak secara eksklusif bersinggungan dengan hutan mangrove atau masyarakat menggali dan memanfaatkan potensi ekonomi yang lain dari hutan mangrove yakni: (1) potensi ekowisata, (2) budidaya kerang, (3) budidaya tiram, (4) budidaya ikan, (5) budidaya udang , dan (6) perjuangan gula nipah, dan lain-lain.
VISI DAN MISI
Visi: Pada tahun 2025, Mangrove Center Lampung menjadi prasarana hutan pendidikan bagi pelajar, mahasiswa, peneliti, masyarakat dan menjadi sentra pemberdayaan masyarakat yang berkeadilan.
Misi:
1. Melaksanakan perencanaan, pengelolaan, dan pelaporan kegiatan mangrove berwawasan
lingkungan.
2. Menjadikan daerah mangrove lestari, dan memberdayakan ekonomi kerakyatan
3. Mengembangkan teknologi hutan mangrove berwawasan lingkungan
4. Melaksanakan kegiatan pendidikan untuk menghasilkan teknologi pengelolaan mangrove yang
berwawasan lingkungan.
5. Menjadikan sentra informasi pengelolaan mangrove berbasis masyarakat di Sumatera.
TUJUAN-TUJUAN
Tujuan dari pengelolaan terpadu hutan mangrove berbasis kemasyarakatan di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur Propinsi Lampung yang merupakan kerjasama tripartit antara masyarakat, Universitas Lampung dan pemerintah daerah secara umum terdiri dari :
A.Tujuan Jangka Pendek
1. Meningkatkan kemampuan sumberdaya insan dalam pengelolaan wilayah pesisir baik dari
pihak masyarakat, Universitas Lampung, dan pemerintah daerah.
2. Terbangunnya keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir sebagai pilot project untuk lebih
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pembangunan.
3. Meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir dengan acara pemberdayaan baik secara sosial
maupun ekonomis, dan peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) pemerintah daerah.
B.Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang kegiatan ini yaitu terwujudnya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu untuk keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat serta menjadi permodelan pengelolaan mangrove skala nasional.