Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Analisis Kesejukan Ikan Dan Kimia Ikan

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perlu difahami bahwa mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau ”segar” ialah ketika dipanen dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya tidak akan pernah menghasilkan mutu yang lebih baik, oleh lantaran itu cara penanganan pertama ketika panen menjadi sangat penting lantaran akan berarti ikut mempertahankan mutunya selama tahapan distribusi, penanganan dan pengolahan selanjutnya hingga siap dikonsumsi.
Agar sanggup melaksanakan penanganan hasil perikanan secara benar untuk mempertahankan mutunya perlu diketahui ciri-ciri mutunya (ikan dan hasil perikanan lainnya) yang baik dan penyebab kerusakaannya sehingga sanggup dicari dan dipilih cara penanganan yang paling efektif dan efisien untuk mencegah atau menghambat agresi penyebab kerusakan tersebut.
Kondisi komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan ketika dipanen merupakan ciri atau kriteria mutu(kesegaran)-nya sekaligus merupakan penyebab secara umum dikuasai kerusakan mutunya dibanding penyebab lainnya menyerupai kontaminasi dan benturan/tekanan fisik. Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang terjadi segera sehabis dipanen sanggup efektif dihambat dengan perlakuan suhu rendah. Fakta telah menunjukkan bahwa perlakuan suhu rendah memakai es merupakan salah satu cara yang paling cocok untuk menangani ikan sehabis dipanen hingga ketika siap untuk diolah lebih lanjut. Cara ini erelatif murah dan gampang untuk dikerjakan sesuai dengan kondisi tingkat pengetahuan teknik maupun sosial-ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang ikan ketika ini.
Untuk melaksanakan penanganan ikan dengan es secara baik dan mencegah penyebab kerusakan lainnya menyerupai kontaminasi maupun benturan/tekanan fisik, dibutuhkan sarana yang cocok dalam jumlah cukup. Oleh lantaran itu sarana tersebut merupakan syarat mutlak yang harus disediakan diatas kapal penangkap ikan dan di daerah penanganan ikan segar lainnya menyerupai di dermaga pembongkaran, daerah pelelangan ikan (TPI) dan gudang pada pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan.
1.2 Tujuan
 Mahasiswa diharapkan bisa menghitung belahan yang sanggup dimakan pada ikan segar
 Mahasiswa diharapkan bisa menginterpretasikan hasil perhitungan menurut jenis ikan
 Mahasiswa diharapkan bisa melaksanakan analisis kesejukan ikan dengan cara uji kimia
 Mahasiswa diharpkan bisa menginterpretasikan hasil perhitungan berdasrkan jenis ikan


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyebab Kerusakan Ikan
Penyebab utama kerusakan ikan dilihat dari sumbernya mencakup penyebab dari keadaan ikan itu sendiri pada ketika ditangkap dan penyebab dari kondisi diluar tubuh ikan. Penyebab kerusakan oleh keadaan ikannya sendiri mencakup kondisi fisik dan komposisi kimiawi ikan, sedangkan kerusakan dari luar tubuh ikan disebabkan oleh kontaminasi dan tekanan atau benturan fisik yang dialami ikan selama penanganannya dilakukan.

2.2 Ciri-Ciri Ikan Segar dan Ikan yang Mulai busuk
Ikan segar ciri-cirinya ialah Warna kulit terang dan jernih, kulit masih besar lengan berkuasa membungkus tubuh tidak gampang sobek terutama belahan perut, warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas, sisik menempel besar lengan berkuasa pada tubuh sehingga sulit dilepas, mata tampak terang jernih, menonjol dan cembung, insang berwarna merah hingga merah tua, tertutup oleh lendir berwarna terang dan berbau segar, daging kenyal kalau ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan, daging menempel besar lengan berkuasa pada tulang, daging perut utuh dan kenyal, didalam air ikan segar akan tenggelam.
Ikan yang mulai busuk ciri- cirinya ialah kulit berwarna suram, pucat, lendir banyak, gampang sobek, warna khusus sudah mulai hilang, sisik gampang terlepas dari tubuh, mata tampak suram, karam dan berkerut, insang berwarna coklat suram atau abu-abu berdempetan, lendir insang keruh dan berbau asam, daging lunak, belahan tubuh lain mulai berbau busuk, kalau ditekan dengan jari tampak bekas lekukan, daging gampang lepas dari tulang, lembek, isi perut sering keluar, didalam air ikan yang sudah sangat busuk akan mengapung di permukaan air (Afrianto, dan Liviawaty, 2000).

2.3. Komposisi fisik dan kimiawi ikan
Dari bentuk fisiknya belahan tubuh ikan yang sanggup dimakan (edible portion) ialah dagingnya, sedangkan belahan tubuh lainnya menyerupai kepala, insang, isi perut, kulit, sirip dan tulang merupakan belahan yang tidak sanggup dimakan meskipun pada jenis ikan tertentu belahan ini merupakan produk perikanan langsung yang mahal harganya sehabis mendapat perlakuan pengolahan/penanganan khusus. Porsi dari bagian-bagian tersebut sangat tergantung dari jenis ikan yang berkaitan dengan bentuk tubuhnya, dimana secara garis besar bentuk tubuh ikan sanggup dikelompokkan sebagai berikut (Zaitsev, et al., 1969) : (1) menyerupai bentuk torpedo atau cerurtu pola ikan tuna (Thunnus spp.), tongkol (Euthynnus spp.), layang (Decapterus spp.), kembung (Rastrelliger spp.), lemuru (Sardinella longiceps) dsb., (2) bentuk panah atau tombak, Contoh : ikan julung-julung (Tylosurus spp., Hemir hamphus spp.), ikan layur (Trichiurus spp.) dsb., (3) bentuk pipih dengan ukuran potongan vertikal yang jauh lebih panjang dari potongan horisontalnya, pola ikan kakap (Lates calacarifer), kerapu (Ephinephelus spp.), bawal (Pampus spp., Formio spp;) dsb., (4) bentuk pipih mendatar melebar dengan ukuran potongan vertikal yang pendek dibandingkan dari potongan horisontalnya, pola ikan sebelah (Psettodidae), ikan pengecap (Cynoglossus spp., Pleuronectus spp.) ikan pari (Trigonidae) dsb., (5) bentuk ular, pola : ikan malung (Muraenesox cinereus), belut bahari dsb.

Daging atau otot ikan lantaran kandungan zat gizinya ialah merupakan belahan tubuh ikan yang lazim menjadi sasaran untuk dikonsumsi. Komposisi kimiawi daging ikan segar secara umum terdiri dari 16-24 % protein, 0,5-10,5 % lemak, 1-1,7% mineral dan 64- 81% air. Komposisi inilah yang mengakibatkan daging ikan segar menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba (jasad renik), dimana mikroba mencerna atau mengurai zat gizi tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana dan mengakibatkan daging ikan menjadi rusak atau busuk. Oleh lantaran itu tujuan utama penanganan ikan segar ialah mencegah terjadinya hal ini. Komposisi kimiawi daging ikan tergantung tergantung antara lain kepada jenis ikan, kematangan atau kedewasaan dan musim.
Salah satu bentuk protein daging ikan ialah berupa enzim yang meskipun jumlahnya hanya sedikit tetapi berperan penting mengurai komposisi daging ikan pada ketika ikan hidup melaksanakan gerakan di air. Bagian komposisi daging ikan yang berperan dalam pergerakan otot ikan hidup ialah glikogen otot, suatu bentuk senyawa gula sederhana yang dikandung otot daging dalam jumlah sedikit sebagai cadangan energi.
Pada ikan hidup hasil uraian glikogen oleh enzim menghasilkan energi untuk gerakan otot dengan limbah berupa asam laktat, air dan CO2. Limbah ini secara aerob diproses dan dibuang keluar tubuh ikan melalui respirasi dan urin ikan. Apabila ikan mati, proses ini terjadi secara anaerob dan kerja enzim menjadi tak terkendali dalam mengurai glikogen otot yang ada didalam daging menghasilkan energi berupa ketegangan ototdaging ikan sehingga tubuh ikan menjadi kaku – sulit/tidak sanggup dilipat yang lazim disebut sebagai keadaan rigormortis. Limbahnya terutama asam laktat akan tertimbun didalam otot daging sehingga menaikkan keasamannya. Lamanya rigormortis tergantung persediaan glikogen pada otot daging ikan dimana semakin banyak persediannya (berarti ikan tidak dalam keadaan lelah ketika mati) semakin usang ikan alam kondisi rigormortis. Untuk keperluan handling yang perlu difahami disini ialah jak ikan mati hingga dengan selesainya keadaan rigormortis proses kerusakan daging oleh mikroba pembusuk tidak terjadi, lantaran selama keadaan tersebut tingkat keasaman daging ikan tidak sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk. etelah proses rigormortis selesai terjadi penurunan keasaman daging lantaran menurunnya kadar asam laktat, sehingga segera mencapai tingkat keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk.




Bagian tubuh ikan hidup yang selalu mengandung mikroba ialah lendir di ermukaan kulit, insang dan isi perut, dimana sehabis ikan mati belahan ini merupakan pusat konsentrasi mikroba pengurai-pembusuk yang akan menyebar berpenetrasi ke daging ikan melalui permukaan kulit yang luka, sistim pembuluh darah dan permukaan belahan dalam dinding perut yang luka untuk mengurai/merubah komposisi kimiawi daging sehingga ikan menjadi menurun mutunya hingga menjadi busuk. Khusus untuk isi perut ikan, selain mikroba juga mengandung enzim-enzim pencerna protein, lemak dsb sehingga harus dijaga jangan hingga pecah selama penanganannya semoga enzim-enzim tersebut tidak merusak dinding perut ikan belahan dalam yang selanjutnya juga merusak daging ikannya.


BAB III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
Adapun kegiatan praktikum Analisis Bagian Ikan yang sanggup Dimakan dan Analisis Kandunngan Kimia (Amoniak) pada Daging Ikan dilaksanakan pada hari kamis, 6 Mei 2010 bertempat di Laboratorium Analisa Politeknik Negeri Jember.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Alat Bahan
Kompor Gas
Panci
Piring
Pisau
Talenan
Tirisan
Gegep
Timbangan
Stopwatch
Baki
Serbet
plastik
Alat Tulis
Alat bantu lain Air
Ikan Nila
Ikan Gurame
Ikan Tongkol
Ikan Kuniran









3.2.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Alat Bahan
Pisau
Talenan
Tusuk sate / lidi
Baki
4 buah Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Kapas
Pipet 10 ml, 1 ml
Bal pipet Larutan Eber (HCl, Alkohol, eter)
Ikan Nila
Ikan Gurame
Ikan Tongkol
Ikan Kuniran


3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
 Siapkan alat dan bahan
 Timbang ikan menurut jenisnya (Wo)
 Ambil air secukupnya, masukkan ke dalam panci untuk merebus ikan
 Didihkan air dalam panci
 Setelah air mendidih masukkan ikan dan biarkan selama 5 menit
 Setelah waktu tercapai keluarkan ikan dengan memakai gegep atau penjepit. Letakkan pada piring plastik dan tiriskan selama 15 menit
 Setelah tiris dan cuek lakukan penimbangan ulang (Wt)
 Lakukan pemisahan terhadap materi yang tidak bisa dimakan dari materi yang bisa dimakan
 Timbang belahan yang sanggup dimakan (Wa).
 Hitung belahan yang sanggup dimakan dengan rumus:




Keterangan : Wa % = Bagian yang sanggup dimakan (%)
Wa = belahan yang sanggup dimakan (gram)
Wt = berat materi sehabis direbus (gram)

3.3.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
 Siapkan alat dan bahan
 Siapkan 4 tabung reaksi untuk 4 jenis ikan
 Masukkan larutan eber ke dalam tabung reaksi sekitar 3-5 cm dengan memakai pipet
 Amati ikan secara visualisasi sebagai data kontrol. Pengamatan secara visual pada setiap meliputi: warna mata, sisik, insang, lendir, bau, kondisi dan tekstur ikan.
 Ambil daging ikan dengan memotong bentuk dadu ukuran 1 x 1 cm atau disesuaikan.
 Tancapkan atau tusuk daging ke tusuk sate atau lidi
 Masukkan daging ikan ke dalam larutan, sumbat memakai kapas
 Biarkan selama 5 menit dan amati.


BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Uji Fisik (Secara Visualisasi)
Jenis Ikan
Ikan Gurame Ikan Tongkol Ikan Kuniran Ikan Nila Hitam
Mata
Sisik
Insang
Lendir
Bau
Kondisi
Tekstur 1
3
4
-
4
2
2 3
-
3
2
2
2
1 3
3
2
1
4
3
3 4
4
3
3
4
2
4
Total 16 13 19 24
Rata-Rata 3 2 3 3

Keterangan : 1 = Segar
2 = agak segar
3 = sedang
4 = agak busuk
5 = busuk

Uji Kimia
Jenis Ikan Kondisi
Ikan gurame
Ikan tongkol
Ikan kuniran
Ikan nila hitam + (sedikit)
+
+ (sedikit)
+


4.1.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Jenis Ikan Wo Panjang Wt Wa Wa (%)
Ikan Nila Hitam
Ikan Kuniran
Ikan Tongkol
Ikan Gurame 270,6 gr
115,1 gr
310,4 gr
379,9 gr 23 cm
19,5 cm
27 cm
28 cm 244,5 gr
109,4 gr
293,6 gr
350,9 gr 140,7 gr
56,5 gr
197,9 gr
189 gr 58 %
52 %
67 %
54 %


4.2 Pembahasan
4.2.1 Menghitung Bagian yang Dapat Dimakan pada Ikan Segar
Pada dasarnya semua bagia ikan sanggup dimakan selain saluran cernanya menyerupai usus, namun pada umumnya kalau dilihat dari bentuk fisiknya belahan tubuh ikan yang sanggup dimakan (edible portion) ialah dagingnya, sedangkan belahan tubuh lainnya menyerupai kepala, insang, isi perut, kulit, sirip dan tulang merupakan belahan yang tidak sanggup dimakan meskipun pada jenis ikan tertentu belahan ini merupakan produk perikanan langsung yang mahal harganya sehabis mendapat perlakuan pengolahan/penanganan khusus.
Dari hasil praktek yag telah didapatkkan, komposisi daging yang sanggup dimakan dan dimanfaatkan tidak lebih dari 67% yang palig banyak diiliki oleh ikan tongkol sedangkan pada ikan-ikan lainnya menyerupai ikan gurame, Kuniran dan ikan Nila komposisi daging yang bias dimakan dibawah 60%.
Hal ini menunjukkan bahwa komposisi daging ikan air bahari lebih banyak di banding dengan ikan air tawar kalau ditinjau dari bobot dan kesamaan berat ikan tersebut.
Mutu dan keamanan produk merupakan persyaratan yang tidak sanggup ditawar- tawar lagi di dalam perdagangan produk perikanan ketika ini.Persaingan antar produk di pasaran sangat ditentukan oleh kedua hal tersebut. Tidak jarang, produk perikanan sanggup mengakibatkan keracunan dan janjkematian terhadap konsumen atau ditolak negara pengimpor lantaran tidak memenuhi persyaratan keamanannya.



Mutu produk ditentukan oleh performance produk secara organoleptik, kimiawi, fisik dan mikrobiologis. Cara yang paling gampang untuk penentuan mutu produk ialah secara organoleptik, sedangkan untuk penentuan mutu secara kimiawi, mikrobiologis dan fisik memerlukan peralatan dan waktu yang relatif usang untuk memperoleh hasilnya

4.2.2 Analisis Kesegaran Ikan dengan Uji Kimia
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan sanggup diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segera mengalami kemunduran mutu.
Segera sehabis ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya acara enzim, kimiawi dan bakteri.
Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh ikan dan menjadikan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi ialah terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid) .
Perubahan yang diakibatkan oleh basil dipicu oleh terjadinya kerusakan komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh acara enzim dan acara kimia. Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih disukai basil sehingga memicu pertumbuhan basil pada tubuh ikan.
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga acara secara bersamaan.
Penurunan mutu ikan juga sanggup terjadi oleh dampak fisik. Misal kerusakan oleh alat tangkap waktu ikan berada di dek, di atas kapal dan selama ikan disimpan di palka. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini disebabkan lantaran penanganan yang kurang baik. Sehingga mengakibatkan luka-luka pada tubuh ikan dan ikan menjadi lembek. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan mutu ikan meliputi;

1) Cara Penangkapan
Ikan yang ditangkap dengan alat trawl, pole, line, dan sebaginya akan lebih baik keadaannya kalau dibandingkan dengan yang ditangkap memakai ill-net dan long-line. Hal ini dikarenakan pada alat-alat yang pertama, ikan yang tertangkap segera ditarik di atas dek, sedangkan pada alat-alat yang kedua ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan terendam agak usang di dalam air. Kondisi ini mengakibatkan keadaan ikan sudah tidak segar sewaktu dinaikkan ke atas dek.

2) Reaksi Ikan Menghadapi Kematian
Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, pola tongkol, tenggiri, cucut, dan lain-lain, biasanya meronta keras kalau terkena alat tangkap. Akibatnya banyak kehilangan tenaga, cepat mati, rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir. Kondisi ini mengakibatkan ikan cepat membusuk.
Berbeda dengan ikan bawal, ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap alat tangkap, bahkan kadang kala ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Kaprikornus masih memiliki banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan usang memasuki rigor mortis dan usang pula dalam kondisi ini. Hal ini mengakibatkan pembusukan berlangsung lambat.

3) Jenis dan Ukuran Ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, lantaran perbedaan komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari pada ikan yang lebih besar.

4) Keadaan Fisik Sebelum Mati
Ikan dengan kondisi fisik lemah, misal ikan yang sakit, lapar atau habis bertelur lebih cepat membusuk.

5) Keadaan Cuaca
Keadaan udara yang panas berawan atau hujan, bahari yang banyak bergelombang, mempercepat pembusukan


BAB V. PENUTUP

Komponen utama daging ikan (pada ketika binatang masih hidup disebut otot) yaitu
air, lemak dan protein. Kadar protein umumnya sekitar 15-20%, sementara kadar lemak sangat bervariasi antara 0.5% hingga lebih dari 20% tergantung jenis ikan dan kondisi lingkungan. Pada beberapa jenis ikan, lemak tidak disimpan didalam otot (daging) tetapi disimpan didalam hati. Air merupakan unsur utama, dengan variasi sekitar 7-80%. Karbohidrat, mineral, vitamin dan beberapa komponen larut air lainnya terdapat dalam jumlah sedikit.
Pembusukan berlangsung segera sehabis ikan mati. Proses kerusakan ikan segar merupakan proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh sejumlah sistem internal yang saling terkait. Faktor utama yang berperan dalam pembusukan ialah proses degradasi protein yang membentuk aneka macam produk menyerupai hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme.
Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan dengan daging
mamalia. Kebusukan ikan mulai terjadi segera sehabis proses rigor mortis selesai.
Faktor yang mengakibatkan ikan cepat busuk ialah kadar glikogennya yang rendah
sehingga rigor mortis berlangsung lebih cepat dan pH simpulan daging ikan cukup
tinggi yaitu 6.4–6.6, serta tingginya jumlah basil yang terkandung didalam perut ikan. Bakteri proteolitik gampang tumbuh pada ikan segar dan mengakibatkan bau busuk hasil metabolisme protein.
Pada ikan hidup, makanan dalam saluran pencernaan diolah menjadi komponen-komponen sederhana, menyerupai gula dan asam amino, yang diserap oleh darah. Darah mengirim komponen-komponen ini kebagian tubuh yang membutuhkan, khususnya otot. Produksi komponen-komponen ini diinduksi oleh enzim, yang ada didalam saluran pencernaan maupun yang ada didalam otot. Setelah ikan mati, enzim-enzim ini masih tetap aktif. Akibatnya, terjadi proses autolisis atau penghancuran diri sendiri yang balasannya akan mempengaruhi flavor, tekstur, dan penampakan ikan.
Proses autolisis lantaran acara enzim ini sanggup dilihat pada daging ikan. Secara
fisik daging ikan yang telah mati (pasca mortem) mula-mula akan kehilangan
elastisitasnya (tahap pre-rigor), kemudian terjadi kekakuan daging (tahap
rigor-mortis) dan proses autolisis lebih lanjut akan mengakibatkan daging menjadi lunak atau lemas lagi (tahap post-rigor).
Reaksi autolisis bisa berlangsung secara cepat, contohnya pada ikan kecil berkadar lemak tinggi. Kerusakan awal biasanya terjadi pada belahan perut, lantaran acara enzim di dalam saluran pencernaan dan mengakibatkan pelunakan dibagian perut ikan. Sebagai contoh, proses autolisis ikan sarden bisa berlangsung hanya beberapa jam sehabis penangkapan.


REFERENSI

------------. 2009. Proses pembusukan ikan didapat dari http://id.shvoong.com/exact-sciences/1790308-proses-pembusukan-ikan/ [15 Mei 2010]

-------------. 2010. Penggolongan dan pembagian terstruktur mengenai ikan. http://o-nlinenews.blogspot.com/p/penggolongan-dan-klasifikasi-ikan_02.html. [Diakses 20 April 2010].

Affuwa. 2007.Jaringan pada Hewan.http://affuwa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 17 April 2010.

Alawi, H., A. Muchtar, C. P. Pulungan dan Rusliadi, 1990. Beberapa aspek biologi ikan baung (Mystus nemurus) yang tertangkap disekitar perairan Teratak Buluh Sungai Kampar pusat penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 36 hal (tidak diterbitkan).

Damanik, N. 2001. Inventarisasi Ikan ordo Cypriniformes yang terdapat di Waduk PLTA Koto Panjang Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar Propinsi Riau. Laporan Praktek Lapang, Fakultas Peikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. 44 halaman (tidak Diterbitkan).

Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis. 1996/1997. Kebijaksanaan umum wacana perikanan dan kelautan. Bengkalis. 27 hal

Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau, 2001. Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan propinsi Riau. 45 hal (tidak diterbitkan).

Hari Eko Irianto dan Indroyono Soesilo. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta