Perawatan Larva Udang Windu
Udang merupakan komoditas ekspor non migas andalan Indonesia dan merupakan komoditas utama dari bidang perikanan yang paling banyak diekspor dan menghasilkan devisa bagi Negara. Permintaan konsumen yang tinggi terhadap udang menyebabkan udang sangat prospektif untuk dikembangkan. Menurut WARINTEK - Menteri Negara Riset dan Teknologi, “Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun”. Saat ini perjuangan pengembangan udang dilakukan melalui teknik budidaya. Usaha pembenihan udang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi udang yang dihasilkan. Melalui acara pembenihan udang ini dibutuhkan problem ketersediaan benih sebagai faktor primer dalam acara produksi udang konsumsi sanggup terpenuhi, sehingga proses produksi sanggup berjalan lancar.
Udang windu merupakan salah satu jenis udang yang menjadi primadona para konsumen. Usaha pembenihan dan pembesaran udang windu telah banyak berkembang di masyarakat. Daerah penyebaran dan pengembangan udang windu di Indonesia diantaranya ialah Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.
Dalam pembudidaayaan udang windu terutama acara produksi udang windu konsumsi, ketersediaan benur yang memiliki kualitas dan kuantitas baik merupakan faktor yang sangat memilih keberhasilan perjuangan pembesaran yang dilakukan. Kualitas benur yang buruk dan kuantitasnya yang rendah menyebabkan terganggunya acara pembesaran yang dilakukan. Benur yang memenuhi syarat baik kualitas maupun kuantitasnya sanggup diperoleh dari panti-panti pembenihan udang windu (hatchery). Kualitas dan kuantitas benur yang di produksi panti-panti pembenihan biasanya lebih terjamin daripada kualitas dan kuantitas benur yang diperoleh dengan cara penangkapan di alam.
Pada acara pembenihan udang windu, fase larva merupakan fase yang paling kritis, lantaran pada fase ini biasanya terjadi tingkat mortalitas yang tinggi. Tingginya angka mortalitas pada fase larva ini disebabkan oleh ketidak sempurnaan organ-organ badan larva sehingga larva sangat rentan terhadap kondisi lingkungan yang kurang memenuhi syarat menyerupai pakan dan kualitas air. Fluktuasi kualitas air secara tiba-tiba dan ketidaksesuaian pakan yang diberikan kepada larva, sering menyebabkan maut massal pada larva yang dipelihara.
Mengingat fase larva udang windu yang sangat rentan, maka perlu dilakukan pemeliharaan larva yang benar-benar intensif sehingga sanggup angka mortalitas sanggup ditekan.
SELENGKAPNYA
Udang windu merupakan salah satu jenis udang yang menjadi primadona para konsumen. Usaha pembenihan dan pembesaran udang windu telah banyak berkembang di masyarakat. Daerah penyebaran dan pengembangan udang windu di Indonesia diantaranya ialah Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.
Dalam pembudidaayaan udang windu terutama acara produksi udang windu konsumsi, ketersediaan benur yang memiliki kualitas dan kuantitas baik merupakan faktor yang sangat memilih keberhasilan perjuangan pembesaran yang dilakukan. Kualitas benur yang buruk dan kuantitasnya yang rendah menyebabkan terganggunya acara pembesaran yang dilakukan. Benur yang memenuhi syarat baik kualitas maupun kuantitasnya sanggup diperoleh dari panti-panti pembenihan udang windu (hatchery). Kualitas dan kuantitas benur yang di produksi panti-panti pembenihan biasanya lebih terjamin daripada kualitas dan kuantitas benur yang diperoleh dengan cara penangkapan di alam.
Pada acara pembenihan udang windu, fase larva merupakan fase yang paling kritis, lantaran pada fase ini biasanya terjadi tingkat mortalitas yang tinggi. Tingginya angka mortalitas pada fase larva ini disebabkan oleh ketidak sempurnaan organ-organ badan larva sehingga larva sangat rentan terhadap kondisi lingkungan yang kurang memenuhi syarat menyerupai pakan dan kualitas air. Fluktuasi kualitas air secara tiba-tiba dan ketidaksesuaian pakan yang diberikan kepada larva, sering menyebabkan maut massal pada larva yang dipelihara.
Mengingat fase larva udang windu yang sangat rentan, maka perlu dilakukan pemeliharaan larva yang benar-benar intensif sehingga sanggup angka mortalitas sanggup ditekan.
SELENGKAPNYA