Lama Waktu Dekapsulasi Terhadap Daya Tetas Dan Sintasan Pasca Tetas Artemia Salina
Pakan alami ialah sumber pakan yang penting dalam perjuangan pembenihan
ikan, udang, kepiting, dan kerang. Pakan alami merupakan pakan yang sudah
tersedia di alam, untuk pakan buatan ialah pakan yang dibentuk dari beberapa
macam materi yang lalu diolah menjadi bentuk khusus sesuai dengan yang
dikehendaki. Pemberian pakan yang berkualitas akan memperkecil persentase
kematian larva. Dalam budidaya terutama dalam perjuangan pembenihan, pakan
merupakan salah satu faktor pembatas. Secara umum pakan terdiri dari pakan
alami dan pakan buatan. Pakan alami terbagi atas fitoplankton, zooplankton dan
benthos. Salah satu zooplankton yang banyak dipakai sebagai pakan utama
dalam pembenihan ikan air maritim ialah Artemia spp. Artemia atau “brine shrimp”
adalah jasad renik berupa plankton hewani (zooplankton) yang merupakan
makanan bernilai gizi tinggi untuk larva ikan maupun udang hingga sekarang.
Artemia mempunyai keunggulan yaitu gampang dalam penanganan, karena
tahan dalam bentuk kista untuk waktu yang lama. Praktis mengikuti keadaan dalam
kisaran salinitas lingkungan yang lebar. Makan dengan cara menyaring sehingga
mempermudah dalam penyediaan pakannya. Dapat tumbuh dengan baik pada
tingkat padat penebaran tinggi. Nilai nutrisi tinggi, yaitu protein (40 -60%),
karbohidrat (15 – 20%), lemak (15 – 20%), air (1 – 10%), dan debu (3 – 4%). Oleh
karena itu Artemia sangat diminati oleh pembudidaya ikan untuk pakan larva ikan
atau udang ( Anonim, 2009).
Artemia merupakan zooplankton dari filum Arthropoda dan kelas
Crustacea. Artemia dibutuhkan sebagai pakan alami bagi banyak sekali macam larva
ikan. Kebutuhan Artemia sebagai pakan larva sangat tergantung pada bukaan
mulut dan laju pencernaan larva ikan. Larva ikan mempunyai laju pencernaan yang
lebih cepat dan kebutuhan nutrisi lengkap, semua kebutuhan tersebut (sampai saat
ini) gres sanggup dipenuhi oleh pakan alami terutama Artemia. Artemia sering
dipergunakan sebagai pakan larva alasannya ialah toleransi terhadap salinitas yang sangat
lebar, walaupun ada alternatif ibarat Rotifera (untuk bukaan ekspresi yang lebih
kecil) dan Daphnia (bukaan ekspresi yang lebih lebar). Kebutuhan Artemia pada
produksi benih ikan dan udang pada skala intensif harus dipenuhi dalam waktu
beberapa jam saja alasannya ialah laju pencernaan pada larva begitu cepat. Namun dalam
menetaskan Artemia salina masih banyak ditemukan hambatan seperti
membutuhkan waktu yang usang ( waktu yang tidak efesien ) dan daya tetas (
Hatching Rate ) yang rendah. Oleh alasannya ialah itu, penetasan siste Artemia tersebut
harus dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dan dalam jumlah yang besar.
Sehingga dibutuhkan teknologi terapan yang sanggup memenuhi kebutuhan tersebut,
teknologi yang telah berkembang untuk menjawab tantangan tersebut adalah
dekapsulasi siste Artemia.
Dekapsuli telah diaplikasikan di lapangan dalam menetaskan siste Artemia
salina. Namun, dalam penerapannya usang waktu untuk melaksanakan dekapsulasi
tidak diperhitungkan sehingga hasil dari dekapsulasi tidak optimal atau tidak
seperti yang diharapkan contohnya daya tetas ( HR ) dan sintasan pasca tetas yang
rendah . Berdasarkan dari hal tersebut diatas maka diharapkan penelitian mengenai
Lama Waktu Dekapsulasi Artemia Terhadap Daya Tetas dan Sintasan Pasca
Tetas Artemia salina dari hasil penelitian ini diharapkan akan menghasilkan
daya tetas siste dan sintasan pasca tetas Artemia salina yang optimal.
ADA DI SINI SELENGKAPNYA
ikan, udang, kepiting, dan kerang. Pakan alami merupakan pakan yang sudah
tersedia di alam, untuk pakan buatan ialah pakan yang dibentuk dari beberapa
macam materi yang lalu diolah menjadi bentuk khusus sesuai dengan yang
dikehendaki. Pemberian pakan yang berkualitas akan memperkecil persentase
kematian larva. Dalam budidaya terutama dalam perjuangan pembenihan, pakan
merupakan salah satu faktor pembatas. Secara umum pakan terdiri dari pakan
alami dan pakan buatan. Pakan alami terbagi atas fitoplankton, zooplankton dan
benthos. Salah satu zooplankton yang banyak dipakai sebagai pakan utama
dalam pembenihan ikan air maritim ialah Artemia spp. Artemia atau “brine shrimp”
adalah jasad renik berupa plankton hewani (zooplankton) yang merupakan
makanan bernilai gizi tinggi untuk larva ikan maupun udang hingga sekarang.
Artemia mempunyai keunggulan yaitu gampang dalam penanganan, karena
tahan dalam bentuk kista untuk waktu yang lama. Praktis mengikuti keadaan dalam
kisaran salinitas lingkungan yang lebar. Makan dengan cara menyaring sehingga
mempermudah dalam penyediaan pakannya. Dapat tumbuh dengan baik pada
tingkat padat penebaran tinggi. Nilai nutrisi tinggi, yaitu protein (40 -60%),
karbohidrat (15 – 20%), lemak (15 – 20%), air (1 – 10%), dan debu (3 – 4%). Oleh
karena itu Artemia sangat diminati oleh pembudidaya ikan untuk pakan larva ikan
atau udang ( Anonim, 2009).
Artemia merupakan zooplankton dari filum Arthropoda dan kelas
Crustacea. Artemia dibutuhkan sebagai pakan alami bagi banyak sekali macam larva
ikan. Kebutuhan Artemia sebagai pakan larva sangat tergantung pada bukaan
mulut dan laju pencernaan larva ikan. Larva ikan mempunyai laju pencernaan yang
lebih cepat dan kebutuhan nutrisi lengkap, semua kebutuhan tersebut (sampai saat
ini) gres sanggup dipenuhi oleh pakan alami terutama Artemia. Artemia sering
dipergunakan sebagai pakan larva alasannya ialah toleransi terhadap salinitas yang sangat
lebar, walaupun ada alternatif ibarat Rotifera (untuk bukaan ekspresi yang lebih
kecil) dan Daphnia (bukaan ekspresi yang lebih lebar). Kebutuhan Artemia pada
produksi benih ikan dan udang pada skala intensif harus dipenuhi dalam waktu
beberapa jam saja alasannya ialah laju pencernaan pada larva begitu cepat. Namun dalam
menetaskan Artemia salina masih banyak ditemukan hambatan seperti
membutuhkan waktu yang usang ( waktu yang tidak efesien ) dan daya tetas (
Hatching Rate ) yang rendah. Oleh alasannya ialah itu, penetasan siste Artemia tersebut
harus dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dan dalam jumlah yang besar.
Sehingga dibutuhkan teknologi terapan yang sanggup memenuhi kebutuhan tersebut,
teknologi yang telah berkembang untuk menjawab tantangan tersebut adalah
dekapsulasi siste Artemia.
Dekapsuli telah diaplikasikan di lapangan dalam menetaskan siste Artemia
salina. Namun, dalam penerapannya usang waktu untuk melaksanakan dekapsulasi
tidak diperhitungkan sehingga hasil dari dekapsulasi tidak optimal atau tidak
seperti yang diharapkan contohnya daya tetas ( HR ) dan sintasan pasca tetas yang
rendah . Berdasarkan dari hal tersebut diatas maka diharapkan penelitian mengenai
Lama Waktu Dekapsulasi Artemia Terhadap Daya Tetas dan Sintasan Pasca
Tetas Artemia salina dari hasil penelitian ini diharapkan akan menghasilkan
daya tetas siste dan sintasan pasca tetas Artemia salina yang optimal.
ADA DI SINI SELENGKAPNYA