Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

1. Potensi Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle L.) Sebagai Anti Jamur Saprolegnia Sp. Pada Telur Ikan Gurame (Osphronemus Gouramy)

Ikan gurame (Indonesian Giant Goramy, Osphronemus gourami, Lac.) termasuk salah satu ikan orisinil perairan Indonesia, terutama berasal dari kepulauan Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Ikan Gurame sudah usang dibudidayakan secara komersial oleh para pembudidaya ikan sehingga pada beberapa daerah sudah terbentuk tempat pengembangan budidaya.
Menurut Respati dan Santoso (1993) dalam Mandiri (2007) Ikan gurame merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai irit tinggi, lantaran harga jual di pasaran paling baik dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya dan fluktuasi harganya pun relatif stabil. Sebagai materi pangan, daging ikan gurame mengandung gizi yang baik, rasa daging gurih dan tekstur dagingnya tidak lembek.
Salah satu faktor penentu dalam pembangunan budidaya ikan ialah ketersediaan benih ikan berkualitas dalam jumlah mencukupi dan sempurna waktu. Untuk mencapai tujuan tersebut, induk harus terukur baik jumlah telur (fekunditas), produksi benih per induk, pematangan kembali dan kapan sanggup dipijahkan (frekuensi pemijahan).
Untuk mendukung keberhasilan pada perjuangan budidaya ikan Gurame maka dibutuhkan segala aspek yang berafiliasi dengan teknik pembudidayanya, mulai dari seleksi induk dan kualitas telur yang menetas pada ketika penetasan. Media penetasan harus terbebas dari aneka macam jenis parasit, jamur, predator telur dan gangguan-gangguan lain yang mengakibatkan telur mati (Kamaludin, 2001). Pada pembenihan ikan gurame oleh petani tradisional, benih yang dihasilkan kualitasnya rendah lantaran pada perjuangan pembenihannya telur-telur dibiarkan menetas dengan sendirinya di kolam pemijahan tanpa dilakukan perlakuan dan kontrol, sehingga benih yang didapat tidak banyak akhir mati terjangkit penyakit atau dimakan predator.

Salah satu faktor penghambat keberhasilan dalam perjuangan budidaya ikan gurame ialah serangan hama dan penyakit, baik pada tingkat pembenihan maupun pada pembesarannya. Susanto (1991) menjelaskan bahwa jamur yang biasa menyerang telur atau benih ikan gurame ialah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Sebagian besar penyakit yang menyerang telur disebabkan oleh kuman sebagai abuh primer dan diikuti oleh serangan jamur sebagai abuh sekunder akhir kerusakan pada telur. Jamur sanggup menyerang telur dan berkembangbiak di dalamnya lantaran terdapat luka akhir serangan bakteri. Jika telur gurame dibiarkan menetas di kolam pemijahan, maka akan gampang terjangkit oleh hama penyakit. Begitu juga dengan pemindahan telur gurame dari kolam ke wadah penetasan, terdapat kemungkinan ikut terbawanya benalu bersama dengan telur. Parasit yang berupa kuman akan menginfeksi telur sehingga telur menjadi rusak dan lalu diinfeksi oleh jamur. Oleh lantaran itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dan pengobatan biar telur gurame yang akan ditetaskan, terbebas dari serangan penyakit.
Tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap jamur Saprolegnia sp. sering memakai senyawa sintetik yang telah terbukti efektifitsnya sebagai anti jamur sehingga kualitas telur sanggup meningkat. Senyawa sintetik yang sering dipakai antara lain Methylene blue, Malachite green, Formalin maupun povidone-iodine (Betadine). Namun di lain pihak, pemakaian materi kimia dan anti biotik secara terus menerus dengan kosentrasi yang tidak tepat, akan mengakibatkan problem gres yaitu meningkatkan resistensi benalu terhadap senyawa sintetik tersebut. Selain itu, problem lainnya ialah ancaman yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan manusia.
Untuk mengatasi problem tersebut, maka perlu adanya alternatif obat yang lebih kondusif dan tentunya sanggup dipakai untuk mengendalikan penyakit akhir jamur Saprolegnia sp. Salah satu alternatif yang sanggup dipakai yaitu dengan memanfaatkan tumbuhan tradisional yang bersifat anti jamur. Selain bersifat anti jamur, tumbuhan tersebut juga gampang diperoleh dan gampang dipakai pada aktivitas pencegahan dan penanganan penyakit ikan.
Salah satu tumbuhan tradisional yang berpotensi sanggup mengobati penyakit akhir jamur Saprolegnia sp. ialah daun sirih (Piper betle L). Daun sirih diketahui mempunyai kandungan zat yang bersifat anti jamur. Hal ini dikatakan oleh Widarto (1990) dalam Sugianti (2005) bahwa daun sirih mengandung minyak atsiri yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba dan jamur. Kemudian berdasarkan Darwis (1991) dalam Sugianti (2005) komposisi minyak atsiri terdiri dari senyawa fenol, turunan fenol propenil (sampai 60 %). Komponen utamanya eugenol (sampai 42,5 %), karvakrol, chavikol, kavibetol, alilpirokatekol, kavibetol asetat, alilpirokatekol asetat, sinoel, estragol, eugenol, metil eter, p-simen, karyofilen, kadinen, dan senyawa seskuiterpen.
Selama ini, sudah banyak penelitian perihal pengobatan penyakit yang disebabkan oleh kuman maupun jamur, memakai ekstrak daun sirih. Akan tetapi kebanyakan pengobatan tersebut diaplikasikan pada penyakit yang menyerang ikan. Belum banyak diaplikasikan pada penyakit yang menyerang telur ikan. Oleh lantaran itu, penulis merasa tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai potensi ekstrak daun sirih sebagai anti jamur Saprolegnia sp. yang diaplikasikan pada telur ikan gurame.

selengkapnya